Rina sedang duduk di sofa sambil mengelus perutnya yang semakin membesar. Usia kehamilannya sudah masuk bulan kedelapan, dan akhir-akhir ini tubuhnya sering terasa pegal.
“Mas, aku pingin pijat deh. Punggungku pegal banget,” kata Rina kepada suaminya, Andi, yang sedang duduk di sebelahnya.
Andi menatap istrinya dengan penuh kasih. “Aduh, kasihan istriku. Sini, aku pijat ya,” ujarnya sambil beranjak ke belakang Rina.
Rina tersenyum senang. “Tapi pelan-pelan ya, Mas. Nggak boleh sembarangan mijat bumil,” ujarnya mengingatkan.
Andi mengangguk dan mulai memijat bahu serta punggung istrinya dengan lembut. Ia ingat membaca bahwa ibu hamil tidak boleh dipijat sembarangan, jadi ia berhati-hati agar tidak menekan terlalu keras.
Rina pun menghela napas lega. “Enak banget, Mas. Rasanya capeknya mulai hilang,” katanya sambil menutup mata menikmati pijatan suaminya.
Andi tersenyum bangga. “Ya iyalah, ini pijatan penuh cinta. Aku kan nggak cuma suami, tapi juga terapis pribadimu,” candanya.
Rina tertawa pelan. “Wah, kalau gini, tiap hari aku bakal minta pijat nih!”
Mereka berdua tertawa bersama. Meskipun hanya pijatan sederhana, perhatian kecil seperti ini membuat Rina merasa semakin dicintai dan dihargai.
Malam itu, setelah dipijat oleh suaminya, Rina tidur lebih nyenyak. Andi tersenyum lega melihat istrinya bisa beristirahat dengan nyaman. Baginya, kebahagiaan Rina dan bayi yang dikandungnya adalah hal yang paling penting.
