Langit malam itu gelap, dihiasi gerimis yang membasahi kaca mobil. Dika dan Anya baru saja pulang dari makan malam romantis di pinggiran kota. Jalanan sepi, hanya ada mereka berdua dalam suasana yang terasa lebih hangat dari biasanya.
Mobil Dika melaju pelan di jalan kecil yang dikelilingi pepohonan. Saat hujan semakin deras, ia memutuskan menepi di sebuah tempat yang agak tersembunyi. “Kita tunggu hujannya reda dulu,” katanya sambil tersenyum pada Anya.
Di dalam mobil yang nyaman, keheningan terasa begitu mendebarkan. Anya menatap Dika, matanya berbinar di bawah temaram lampu jalan. Sejak tadi, ada ketegangan halus di antara mereka, sesuatu yang tak bisa diabaikan begitu saja.
Dika meraih tangan Anya, menggenggamnya erat. “Aku senang kita bisa menghabiskan malam ini berdua,” bisiknya. Anya tersenyum, pipinya memerah. Tanpa sadar, jarak di antara mereka semakin menipis.
Hujan yang semakin deras menciptakan alunan ritmis di atap mobil, seakan menjadi saksi bisu kehangatan mereka. Napas mereka berpadu, jantung berdegup cepat. Dengan lembut, Dika menyentuh wajah Anya, lalu mengecupnya penuh perasaan.
Di dalam mobil yang kini terasa lebih hangat, mereka larut dalam kebersamaan yang intim. Rintik hujan yang membasahi kaca, cahaya lampu yang temaram, serta udara yang sedikit berkabut semakin menambah suasana romantis.
Malam itu, di tengah hujan yang terus mengguyur, mereka merasakan kebersamaan yang lebih dari sekadar momen biasa. Di dalam mobil yang menjadi saksi bisu, mereka menemukan cara baru untuk mengekspresikan cinta mereka.