FOTO AI ARTIS BUGIL & CERITA PANAS

Pasutri Sewa Tukang Pijat Buat Puasin Nafsu Istrinya

0 views
0%

Hujan rintik-rintik jatuh di luar jendela, membasahi kaca dengan titik-titik bening yang memantulkan cahaya lampu kamar. Amelia duduk di tepi ranjang, tubuhnya berselimut kain sutra tipis yang melingkupi bahunya. Matanya melirik ke arah suaminya, Reza, yang tengah menuangkan dua gelas anggur merah.

“Kamu yakin dengan ini?” tanya Reza, suaranya lembut namun penuh dengan ketegangan halus.

Amelia mengangguk, bibirnya mengerucut sebelum akhirnya mengulum senyum samar. “Aku ingin mencoba sesuatu yang baru. Sesuatu yang berbeda.”

Malam itu, mereka telah menyewa seorang terapis pijat profesional—Raka. Seorang pria dengan pengalaman bertahun-tahun dalam seni pijat relaksasi. Namun, ada sesuatu dalam caranya berbicara melalui telepon yang membuat Amelia membayangkan hal-hal lebih dari sekadar terapi otot.

Ketika bel berbunyi, Reza yang membukakan pintu. Sosok pria tinggi dengan wajah bersih dan tangan kokoh memasuki ruangan, membawa koper peralatannya. Matanya bertemu dengan Amelia yang duduk di tepi ranjang, seulas senyum tipis terbentuk di sudut bibirnya.

“Silakan, Bu. Bapak. Kita bisa mulai sekarang,” ujarnya dengan nada profesional.

Reza menarik napas, lalu mendekat ke istrinya, menggenggam tangannya sebentar sebelum berkata, “Nikmati saja.”

Amelia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, membiarkan handuk melingkupi punggungnya. Jemari kuat Raka mulai bekerja, meremas otot-otot punggungnya dengan tekanan yang tepat. Aroma minyak pijat yang hangat bercampur dengan hawa dingin dari pendingin ruangan, menciptakan suasana yang membuat Amelia semakin tenggelam dalam sensasi relaksasi.

Setiap sentuhan terasa berbeda—bukan hanya sekadar pijatan biasa, tapi sesuatu yang menyentuh lebih dalam. Raka menggunakan ibu jarinya untuk menekan di titik-titik tertentu, lalu menggulirkan telapak tangannya dengan gerakan lambat yang memancing desahan halus dari bibir Amelia. Reza duduk di sofa, memperhatikan dengan mata yang tak berkedip.

Saat tangan Raka bergerak lebih rendah, menyapu punggung hingga ke lekukan pinggang, Amelia merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Jantungnya berdetak lebih cepat. Matanya setengah terpejam, menikmati setiap tekanan yang diberikan.

“Kamu baik-baik saja?” suara Reza terdengar, penuh perhatian.

Amelia membuka mata, menoleh ke arahnya, dan tersenyum samar. “Aku baik.”

Raka melanjutkan, kini berpindah ke lengan dan bahu, membawa Amelia semakin dalam ke dalam pusaran sensasi yang tak biasa. Ada ketegangan yang tak kasat mata di ruangan itu—sebuah permainan antara batas profesionalisme dan gairah yang samar.

Dan ketika pijatan berakhir, Amelia bangkit perlahan, tubuhnya terasa lebih ringan namun jiwanya seakan terbakar oleh sesuatu yang baru.

Reza mendekatinya, menyelipkan rambut Amelia ke belakang telinga sebelum berbisik, “Bagaimana rasanya?”

Amelia menatapnya dalam, lalu berbisik kembali, “Mungkin kita harus melakukannya lagi suatu saat.”

Mereka bertiga bertukar pandang, tak ada kata yang perlu diucapkan lebih jauh. Hanya atmosfer yang berbicara—menggantung di udara, menunggu kapan akan diselami kembali.

From:
Date: February 12, 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *