Ponsel Dita terus bergetar sejak pagi. Notifikasi dari grup kelas, obrolan pribadi, hingga pesan dari orang yang bahkan tidak dikenalnya masuk tanpa henti. Matanya mengerut, jari-jarinya dengan gugup membuka salah satu chat dari sahabatnya, Lala.
“Dit, kamu udah lihat belum? Namamu disebut-sebut di video yang lagi viral.”
Dita mengernyit. Ia membuka tautan yang dikirimkan Lala, namun video itu sudah dihapus. Jantungnya berdegup lebih cepat. Apa yang sedang terjadi?
Sambil menggigit bibirnya, ia beralih ke grup kelasnya. Seorang teman laki-laki mengirimkan pesan, “Gila, nggak nyangka ternyata Dita kayak gitu.”
Perutnya terasa melilit. Apa maksudnya? Apa yang mereka bicarakan?
Dengan tangan gemetar, ia mencoba mencari tahu lebih lanjut. Beberapa pesan dari teman-temannya lain mulai memberikan gambaran. Ada sebuah video yang tersebar luas, katanya berisi rekaman “panas” seorang gadis yang mirip dengannya.
Dita menelan ludah.
Ia tak ingat pernah melakukan hal semacam itu. Tidak pernah. Tapi bagaimana bisa orang-orang begitu yakin bahwa itu dirinya?
Setelah mencari tahu lebih dalam, ia akhirnya menemukan salinan video yang dimaksud. Dengan jantung berdebar, ia menekan tombol play.
Layar menampilkan seorang gadis berambut panjang dengan wajah yang mirip dengannya, namun ia tahu pasti, itu bukan dirinya. Sudut kamera, pencahayaan, bahkan cara gadis itu bergerak, semuanya terasa asing.
Tapi internet telah memutuskan. Tidak ada ruang untuk klarifikasi.
Dengan cepat, Dita menghubungi Lala. “Itu bukan aku,” suaranya gemetar.
“Aku tahu,” jawab Lala. “Tapi mereka nggak peduli. Mereka lebih suka percaya apa yang mereka lihat di layar.”
Dita menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dunia digital bisa begitu kejam. Sebuah kebohongan bisa menyebar lebih cepat dari kebenaran.
Dan sekarang, ia harus berjuang untuk mendapatkan kembali nama baiknya.