Musik mengalun pelan di sudut lounge eksklusif itu, redupnya pencahayaan menciptakan atmosfer yang intim. Meja bar memantulkan kilauan gelas-gelas yang beradu, sementara suara obrolan samar mengisi ruangan.
Nadia menyesap koktailnya perlahan, membiarkan cairan dingin itu mengalir di tenggorokannya, memberikan sensasi hangat yang kontras dengan udara sejuk ruangan. Ia menyilangkan kaki, rok sutranya bergeser sedikit, memperlihatkan kulitnya yang halus. Tatapannya bertemu dengan matanya—mata pria itu.
Andre tersenyum, samar tapi penuh arti. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap, seolah memberikan isyarat yang hanya mereka berdua mengerti. Nadia mengangkat alisnya sedikit, tantangan yang halus, dan Andre menyandarkan tubuhnya lebih dekat ke arahnya.
“Minumanmu hampir habis,” gumamnya.
Nadia hanya tersenyum, bibirnya sedikit basah karena jejak minuman. Ia tidak perlu menjawab. Ada sesuatu dalam cara ia memainkan sedotan di antara jemarinya, dalam cara bibirnya menyentuh kaca gelas sebelum menyeruput pelan—perlahan, seakan menikmati setiap detiknya.
Tatapan Andre menggelap seiring dengan detak jantungnya yang meningkat. Ia menyadari setiap detail kecil, setiap gerakan yang terasa seperti godaan yang disengaja.
“Aku tahu apa yang kau pikirkan,” suara Nadia lirih, hampir seperti bisikan.
Andre menelan ludah, jemarinya mengetuk ringan di atas meja, seolah menahan sesuatu yang hampir meledak di dalam dirinya. “Oh ya?”
Nadia mengangguk kecil, membiarkan satu jarinya menyusuri tepi gelas, lingkaran sempurna yang dibuatnya tampak sepele tapi begitu menggoda. “Tapi… mungkin lebih baik kita biarkan tetap seperti ini.”
Andre menatapnya dalam, napasnya sedikit lebih berat dari sebelumnya. Ada sesuatu yang tak terucapkan di antara mereka—desakan yang menggantung di udara, ketegangan yang terasa hampir nyata.
“Lalu, apa kau akan membiarkan aku menunggu?” tanya Andre, suaranya dalam.
Nadia tersenyum, penuh rahasia. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit, cukup untuk membuat napasnya terasa di dekat kulit Andre. “Menunggu itu bagian terbaiknya, bukan?”
Tatapan mereka terkunci. Malam masih panjang, dan godaan baru saja dimulai.
Kok gak bisa didonlot, Suhu?